di sebuah sudut bernama sepi

jalan itu makin lengang saja
dulu sering kita lewati bersama
hanya batu kerikil basah, sehabis hujan
dan jejak tapak kita yang terhapus masa

jalan itu makin lengang saja
berharap ada derit sepeda dan gurau anak sekolah
atau angkot yang mengangkut pedagang sayur yang berdesak-desakan
dengan keranjang dan lobak dan sayur mayur
dan bau keringat tukang batu yang pulang

jalan itu makin lengang saja
ada banyak lobang menganga sehabis hujan dan batu kerikil
kemana perginya penguasa dan anggaran
dan pemerataan pembangunan yang didengungkan?
di desa kita kini sepi, hanya ilalang yang meninggi

jalan itu makin lengang saja
dulu gemerisik radio panasonic 2 band mencari gelombang
dan suara penyiar yang merdu menyapa pendengar
membuat hati melayang cinta platonikpun subur
suara penyiar kini, alay dan cempreng selalu diselingi iklan yang memuakkan berjubel

kini para lelaki yang merantau, mencari sesuap nasi yang diseret bahan bakar yang mencekik perlahan
yang tinggal hanya suara parau batuk perempuan tua bergigi kuning gambir
menyiangi halaman sendiri
dan perempuan-perempuan mudapun ikut pergi melalang buana,
mencari sejumput kehidupan
tanpa pencegahan, memiriskan

jalan itu makin lengang saja
hanya ada suara anak yang belajar mengeja terbata tentang nasionalisme
tentang kesejahteraan dan pemerataan
sementara sekolah mereka terbelah
genteng seperti musim gugur, berserakan
kelas-kelas yang kepayahan menahan usia
dimanakah penguasa dimanakah anggaran?

jalan itu makin lengan saja
hiruk pikuk tebaran janji pesta demokrasi
yang membanjiri kemarin dengan gigi-gigi yang sepertinya pemurah
kini meninggalkan gambar-gambar caleg yang melapuk
dan bau anyir, kepalsuan
kebohongan dan kemunafikan

Jalan itu makin lengang saja
dimanakah penguasa ? dimanakah anggaran?

hadir-Mu

Kenapa masih kau cari keajaiban awan di langit yang biru
bukankah setiap jumput awan yang bergerak adalah keajaiban
kenapa masih kau cari keajaiban ikan di laut lepas
bukankah liuk tari ikan adalah keajaiban
kenapa masih kau cari keajaiban tumbuhan di hutan lebat
bukankah helai daun yang tumbuh dan gugur adalah keajaiban
kenapa masih kau cari keajaiban cahaya di siang hari
bukankah hangat dan pendar pelangi adalah keajaiban
kenapa masih kau cari keajaiban bintang di gelap malam
bukankah bermilyar pendar itu adalah keajaiban
kenapa masih kau cari keajaiban irama di gemerisik alam
bukankah debur, kicau dan gesekan daun dihembus bayu adalah keajaiban
kenapa masih kau cari keajaiban di diri
bukankah setiap gerak dan tumbuh kita adalah keajaiban
kenapa masih kau cari keajaiban di alam raya ini
bukankah…pada
setiap helaan nafas
setiap tarikan nafas
setiap kedipan mata
setiap kau pejam mata
setiap sentuhan jari lembut
setiap langkah kaki terayun
setiap tetes air yang jatuh
setiap uap yang mengangkasa
setiap hembusan semilir angin
setiap bunyi nada
setiap dekap sunyi
setiap kicau burung
setiap auman harimau
setiap erangan hewan-hewan
setiap cahaya yang menyinari
setiap kegelapan yang menyelimuti
setiap alam diam
setiap alam bergemuruh
setiap kuncup yang trubus
setiap helai yang menguning
setiap ranting yang patah
setiap angin yang sepoi
setiap angin yang membadai
setiap debur berkejaran
setiap gelombang yang menghantam karang
setiap ikan yang tawar
setiap keindahan ikan
setiap teguk air
setiap menu yang kaukunyah
setiap helai benang
setiap rajutan
setiap kata apa yang ingin kau katakan
setiap.. dan semua setiap yang terucap dan tertulis
semua adalah keajaiban
dan setiap keajaiban maka Allah besertanya?
kenapa masih kau cari Tuhan?
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”
Maka maha benar Allah dengan firmannya
QS:22-46. Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”

dalam hening dan gelora

ketika akhirnya ku harus sendiri
kenapa harus risau
bukankah pada akhirnya ku akan sendiri
menapaki sebidang tanah yang tak lagi tumbuh bunga

ketika akhirnya ku harus sendiri
kenapa menakutkan sepi
bukankah malam-malam yang lalu
selalu kuhirup suara jengkerik dan dingin yang menderu

ketika akhirnya ku harus sendiri
mungkin batu nisan saja yang akan menemani
dan kuakan sibuk sendiri
menghitung jari peruntungan amal
tak perlu kehadiranmu
atau candamu
bahkan senyummu

dalam hening
dan gelora

pontianak 21 agustus 2014